Rabu, 27 Oktober 2010

KLAUSUL JUAL BELI

KLAUSUL JUAL BELI
     Salah satu klausul terlarang berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
adalah "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan".
Kalimat tersebut hampir setiap saat dapat kita baca pada rak-rak toko yang
kita kunjungi atau pada nota pembelian barang. Hal ini berarti bahwa pembeli
diwajibkan menanggung segala kerugian yang timbul atas barang yang
dibelinya.
    Berdasarkan adanya tulisan tersebut, maka sebagian di antara kita sudah
enggan mengembalikan atau menukar barang yang dibelinya, walaupun barang
tersebut ternyata tidak baik/tidak sesuai dengan kualitas standar dari
barang tersebut atau tidak cocok dengan peruntukan barang tersebut.

    Penaatan terhadap "klausul" yang dibuat oleh penjual tersebut, tentu sangat
merugikan pembeli/konsumen, padahal ketentuan tersebut tidak perlu ditaati
karena bertentangan dengan undang-undang.

Kewajiban Penjual
    Dalam perjanjian jual beli, salah satu kewajiban penjual adalah menjamin
cacat tersembunyi, atau cacat yang tidak diketahui secara langsung oleh
pembeli walaupun penjual sendiri juga tidak mengetahuinya. Kewajiban penjual
tersebut hanya dapat digugurkan jika diperjanjikan secara tegas bahwa
penjual tidak menanggung adanya cacat tersembunyi, tentu saja penjual juga
tidak mengetahui adanya cacat atau kekurangan dari barang yang dijualnya
tersebut.

    Mungkin timbul pertanyaan bahwa bagaimana kalau penjual mengetahui adanya
cacat tersebut, tetapi penjual menyatakan tidak menjamin adanya cacat
tersembunyi? Pembebasan dari kewajiban menjamin adanya cacat tersembunyi
tersebut tidak mengikat, karena bagi penjual cacat tersebut telah diketahui,
jadi tidak lagi termasuk cacat tersembunyi bagi penjual. Bahkan kalau
terjadi demikian, perjanjiannya dapat dibatalkan karena seandainya pembeli
mengetahui adanya cacat tersebut, mungkin tidak akan membeli barang itu,
atau membeli dengan harga yang lebih murah.

    Cacat dalam pengertian hukum tidak selamanya dapat diartikan cacat dalam
pengertian sehari-hari karena sebagian barang secara fisik tidak cacat,
tetapi tetap digolongkan sebagai cacat, dan salah satu yang menjadi standar
untuk menentukan cacat tidaknya suatu barang adalah kualitas barang yang
sejenis. Sebagai contoh, jika seseorang membeli mobil Toyota Kijang di
sebuah dealer mobil, dan mobil tersebut secara fisik sangat bagus, tetapi
dalam satu liter bensin hanya dapat menempuh lima kilometer, sedangkan mobil
Kijang sejenis secara normal dapat menempuh sepuluh kilometer dalam satu
liter bensin. Ini berarti mobil Kijang yang hanya dapat menempuh lima
kilometer dalam satu liter bensin tersebut termasuk cacat (tersembunyi)
sehingga cacat tersebut harus ditanggung oleh penjual. Jadi, mobil tersebut
dapat dikembalikan kepada penjual dan penjual, pun wajib mengembalikan uang
yang telah dibayarkan atau perjanjian jual beli tersebut tetap berlaku,
tetapi harga mobil tersebut yang dikurangi, atau ditukar dengan mobil
lainnya yang sejenis.

     Ketentuan-ketentuan di atas merupakan ketentuan yang memberikan perlindungan
kepada konsumen sebelum berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Akan tetapi, setelah berlakunya UUPK, ketentuan tersebut masih tetap
berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUPK.
Lahirnya UUPK

    Setelah berlakunya UUPK, maka perlindungan konsumen dari klausul "barang
yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan" semakin kuat,
karena dalam UUPK, terdapat larangan pencantuman klausul-klausul tertentu
dalam perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen.

Di antara ketentuan UUPK yang terkait dengan larangan pencantuman klausul
"barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan adalah Pasal
18 Ayat (1) sub b dan c yang menentukan bahwa: Pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat
atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila: (b). menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen; (c). menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/ atau
jasa yang dibeli oleh konsumen.

     Selain larangan pencantuman klausul tertentu, sebagaimana penggalan Pasal 18
Ayat (1) UUPK tersebut di atas, dalam Ayat (2) juga pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

     Sebagai konsekuensi dari pelanggaran atas Pasal 18 Ayat (1) dan (2) UUPK
tersebut, maka klausul tersebut dinyatakan batal demi hukum, dalam arti,
walaupun terdapat klausul yang melanggar larangan sebagaimana diatur dalam
Pasal 18 UUPK, klausul tersebut dianggap tidak ada/ tidak tertulis.

     Berdasarkan ketentuan tentang larangan untuk mencantumkan klausul baku
tersebut di atas, seharusnya setiap pembeli barang harus punya keberanian
untuk mengembalikan barang yang dibeli, kalau memang barang tersebut tidak
baik atau tidak sesuai dengan yang sebenarnya dibutuhkan.

     Alasan konsumen untuk mengembalikan barang yang sudah dibelinya semakin kuat
jika barang tersebut dibeli di toko yang khusus menjual barang-barang
tertentu, misalnya onderdil mobil, karena secara teoretik toko/pelayan toko
tersebut selalu dianggap ahli dalam bidang itu sehingga secara hukum selalu
dianggap membeli jaminan bahwa barang yang kita beli adalah sesuai dengan
yang kita maksudkan. Apabila ternyata kemudian tidak cocok dengan yang kita
maksudkan, penjual wajib menerima kembali barangnya dan menggantinya dengan
barang lain yang cocok dengan yang kita maksudkan atau mengembalikan uang
yang telah kita bayarkan kepada penjual tersebut.

     Untuk memudahkan bagi konsumen mengembalikan "barang yang salah beli" kepada
pelaku usaha, maka sangat baik jika seandainya setiap toko, terutama
toko-toko yang menjual barang khusus atau toko-toko swalayan dapat
menyediakan pelayan khusus untuk menerima barang yang dikembalikan atau
ditukar oleh konsumen sehingga pemandangan di toko swalayan dapat berubah.
Kalau tadinya yang kita lihat orang yang masuk dilarang membawa barang, maka
nantinya pada bagian tertentu dari swalayan tersebut justru terdapat bagian
yang hanya melayani orang yang membawa barang untuk di tukar atau
dikembalikan.

     Walaupun nantinya terjadi perubahan "pemandangan" di toko swalayan, konsumen
juga harus dibatasi jangka waktunya untuk dapat menukar atau mengembalikan
barang yang sudah dibeli. Hal ini dimaksudkan agar konsumen tidak
menyalahgunakan kesempatan tersebut dengan seenaknya mengembalikan barang
yang mungkin saja sudah "dinikmati".

     Semoga dengan uraian singkat di atas dapat menumbuhkan kesadaran hukum kita,
baik penjual maupun pembeli/konsumen, untuk menghilangkan kebiasaan membuat
dan mematuhi klausul "barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau
dikembalikan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar